Selasa, 15 Desember 2015

Yudi Erlangga Memecahkan Rumus Helmholtz (1)


Selama 30 tahun terakhir, tak ada yang berhasil memecahkan persamaan matematika Helmholtz yang sering dipakai untuk mencari titik lokasi minyak bumi itu. Persamaan matematika itu sendiri dikenal sejak satu abad silam.




Anak bangsa itu adalah Yogi Ahmad Erlangga pria kelahiran Tasikmalaya, dosen Institut Teknologi Bandung (ITB), yang saat itu sedang menempuh program Ph.D di Delft University of Technology (DUT), Belanda.
Persamaan Helmholtz yang telah dibuktikan dan dipecahkan oleh Yogi memuluskan jalan bagi perusahaan perminyakan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan biaya lebih rendah. Selama ini, perusahaan perminyakan menggunakan gelombang suara untuk mendeteksi keberadaan minyak di lapisan bumi. Pantulan suara tersebut kemudian diterima kembali dan dihitung menggunakan persamaan Helmholtz.

“Gelombang suara akan mengenai banyak lapisan seperti pasir, tanah liat, atau bebatuan. Lapisan-lapisan itu akan memantulkan gelombang suara dengan kecepatan yang berbeda-beda, sehingga para ahli geologi mampu membuat gambaran dari dasar laut. Namun gambar itu masih dua dimensi. Suara yang dipantulkan itu akan terus memantul dengan berbagai gelombang frekuensi yang berbeda. Melalui persamaan Helmholtz akan didapatkan tingkatan gelombang dalam bentuk tiga dimensi. Namun perhitungan sebelumnya tidak mampu untuk menghitungnya sebab tidak ada komputer yang mumpuni. Padahal jika menganalisa gelombang yang lebih besar, Anda akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas,” kata Dr Kees Vuik promotor dari penelitian Yogi saat itu.

Pemecahkan persamaan Helmholtz ini bahkan dianggap mampu memberikan hasil 100 kali lebih cepat dalam upaya pencarian minyak dibandingkan proses sebelumnya. Tidak hanya itu, kebutuhan perangkat keras yang pada saat itu membutuhkan hampir 1000 komputer hanya untuk pencitraan tiga dimensi, saat ini sudah bisa dilakukan dengan 300 komputer. Artinya ini adalah penghematan biaya hampir lebih dari 60 persen.

Pria kelahiran 8 Oktober 1974 ini menjelaskan, penelitian mengenai persamaan Helmholtz ini dimulai pada Desember 2001 silam ketika dirinya mengajukan diri untuk melakukan riset di DUT. Waktu itu, perusahaan minyak raksasa Shell datang ke DUT untuk meminta penyelesaian persamaan Helmholtz secara matematika numerik yang cepat atau robust (bisa dipakai di semua masalah).
“Shell selama ini harus menggunakan rumus Helmholtz berkali-kali. Bahkan, kadang-kadang harus ribuan kali untuk survei hanya di satu daerah saja. Itu sangat mahal dari sisi biaya, waktu dan hardware,” ungkap Yogi. Penelitian itu membutuhkan waktu empat tahun.

Ada dua cara untuk menguraikan matematika numerik yaitu secara langsung (direct) dan iterasi yang bisa diolah dengan menggunakan komputer.
Pakar terakhir yang memecahkan teori Helmholtz adalah Mike Giles dan Prof Turkel, berasal dari Swiss dan Israel, masing-masing dengan caranya sendiri. Teori dari kedua pakar itulah yang kemudian dianalisisnya beberapa waktu sehingga kemudian bisa dioptimalkan dan dijadikan metode yang cukup cepat.

Metode langsung yang Yogi gunakan ternyata kemudian menemukan kasus yang besar maka akan mengakibatkan membengkaknya biaya baik waktu dan sumber daya. Namun menurutnya metode iterasi pun belum tentu bisa memperoleh solusi atau kadang-kadang diperoleh dengan waktu yang cukup lama. Kabar baiknya metode iterasi selalu murah dari segi hardware.
Yogi juga menjelaskan, untuk mengetahui struktur daerah cekung, misalnya, yang dilakukan adalah meneliti daerah akustik dan kemudian dipantulkan gelombangnya dengan frekuensi tertentu. Pantulan tersebut kemudian direkam. Setelah itu, frekuensi akan dinaikkan misalnya, dari 10 Hz, lalu naik lagi 10,2 Hz, 10,4 Hz, dan seterusnya.

Kemudian, Yogi memperoleh metode robust yang memungkinkan persamaan Helmholtz untuk dipecahkan dengan frekuensi berapa pun. ‘’Kita sudah melakukan tes 300 Hz tidak masalah. Meskipun, sebenarnya 70 Hz pun sudah cukup untuk pemetaan,’’ jelas Yogi.

Industri yang bisa mengaplikasikan rumus ini antara lain industri radar, penerbangan, kapal selam, penyimpanan data dalam blue ray disc (keping DVD super yang bisa memuat puluhan gigabyte data), dan aplikasi pada laser.
Yogi mengaku tidak mematenkan rumus temuannya itu. Sebab menurutnya produk itu berasal dari otak sehingga tidak perlu untuk dipatenkan bersifat open source  dan  rumus ini menjadi milik publikDia hanya berharap dengan tidak mematenkannya, ilmu pengetahuan akan dapat terus berkembang.



Klik juga Link Penting ini

http://wikiwisata.com/tempat-wisata-di-pekanbaru-yang-terkenal-dan-populer
http://wikiwisata.com/inilah-tempat-wisata-di-bogor-paling-terkenal-dan-menarik
http://wikiwisata.com/wahana-di-dufan-paling-seru-dan-menegangkan
http://wikiwisata.com/tempat-wisata-di-magelang-paling-favorit
http://wikiwisata.com/wisata-pantai-di-pacitan-yang-paling-indah
http://wikiwisata.com/wisata-kebun-raya-bogor
http://wikiwisata.com/daftar-tempat-wisata-di-jepara-paling-menarik
http://wikiwisata.com/keindahan-pantai-sawarna-banten-yang-sangat-mempesona
http://wikiwisata.com/wisata-pantai-di-jawa-barat-paling-menarik-dan-populer
http://wikiwisata.com/tempat-wisata-di-bekasi-paling-menarik
http://wikiwisata.com/tempat-wisata-di-surabaya-paling-menarik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar